Salahkah Mahasiswa Berunjuk Rasa

Tanjungpinang (NETKepri) – Unjuk rasa adalah salah satu tindakan pergerakan yang dilakukan oleh sejumlah orang untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi yang menjadi keluh kesah masyarakat, demo juga jalan terakhir dari audensi yang tidak ditanggapi. Mahasiswa adalah sebagai pengontrol dan sebagai pengawas kerja pemerintah.

23 september 2019 telah dilakukan aksi damai penolakan RUU KPK dan RUU KUHP yang bermasalah, dikantor DPRD Kepri Kota Tanjungpinang, Mahasiswa yang mengikuti garakan itu dianggap membuat kerusuhan padahal mahasiswa itu bukan membuat kerusuhan dan bukan juga melakukan tindakan anarkis tetapi hanya ingin menyampaikan aspirasinya langsung kepada ketua DPRD Kepri Kota Tanjungpinang. Seperti kita lihat sekarang Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dimana keadilan dan dimana hak rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi? Suara dibungkam, kebenaran ditolak.

Menurut saya gerakan unjuk rasa yang terjadi pada tanggal 23 kemarin tidak akan terjadi kericuhan jika pihak aparat dan anggota DPRD memberi kesempatan kepada mahasiswa dan tidak secara referesif memperlakukan mahasiswa seperti menghadang masuk Mahasiswa menggunakan kawat berduri, dan sampai ada mahasiswa yang dipukul, harapan Mahasiswa agar dapat masuk digedung sidang paripurna untuk menyaksikan Deklarasi langsung anggota DPRD provinsi kepri, sehingga DPRD bisa menyampaikan sikap penolakan terhadap RUU KPK dan RUU KUHP yang bermasalah. Dari aksi tersebut mahasiswa berharap bahwa RUU KPK tetap seperti semula dan tidak diubah, mahasiswa juga ingin RUU KUHP yang bermasalah itu dihapuskan karena bertolak belakang dengan konstitusi dan tidak sesuai dengan logika. Tapi mahasiswa tidak diberi kesempatan langsung oleh ketua DPRD dan rekannya berserta dihalang-halangi oleh aparat kepolisian, dari pagi hingga sore hari mahasiwa yang mengikuti aksi itu tidak membuahkan hasil.

Senin 01 Oktober 2019, telah dilakukan aksi lanjutan yang sudah dijanjikan oleh mahasiswa melalui konsolidasi kemarin untuk menuntut hak dan keadilan rakyat. Bukan mahasiswa saja yang terlibat dalam aksi tersebut , bahkan anak pelajar (STM) pun ikut serta dalam barisan perjuangan.

Tidak lama kemudian ketua DPRD pun keluar dan menyatakan sikap didepan mahasiswa dan pelajar untuk mengikuti apa yang diinginkan masyarakat tentang penolakan RUU KPK dan RUU KUHP yang bermasalah dan diliput langsung beberapa pihak media.

Aksi unjuk rasa yang terjadi pada senin 01 oktober 2019 mendapat keputusan dari ketua DPRD tentang penolakan RUU KPK dan RUU KUHP yang bermasalah, walaupun sempat terjadinya kericuhan disebabkan oleh pihak DPRD dan pihak aparat yang tidak mengizinkan mahasiswa untuk masuk kegedung sidang paripura karena dikhawatirkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Setelah ketua DPRD keluar dan menyatakan sikap secara kelembagaan serta menandatangai surat pernyatan tentang penolakan RUU KPK dan RUU KUHP didepan semua mahasiswa dan pelajar. Setelah penyampaian keputusan para anggota DPRD Kepri, barulah mahasiswa dan pelajar beranjak meninggalkan kantor DPRD tersebut.
Pasal-pasal kontroversial menurut mahasiswa

1. Hukum Adat: salah satu pasal RUU KUHP yang kontroversial karena pelanggaran hokum adat di masyarakat bisa dipidana.

2. kebebasan Pers dan Berpendapat: nomor 218 ayat 1 tertulis bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dapat dipidana. Bahkan hukumannya paling lama 3 tahun 6 bulan.

3. Aborsi: nomor 251, 470, 471, dan 472. Prinsipnya, semua bentuk aborsi adalah bentuk pidana dan pelaku yang terlibat bisa dipenjara kecuali bagi korban pemerkosaan, termasuk tenaga medisnya tidak dipidana.

4. Kumpul Kebo: pasal 417 ayat 1 tertulis bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinahan dengan penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II.

5. Memelihara Hewan: seseorang yang memelihara hewan tanpa pengawasan sehingga bisa membahayakan orang atau hewan lainnya dapat dipidana paling lama 6 bulan. Hal itu tertuang dalam pasal RUU KUHP nomor 340 RUU KUHP.

6. Gelandang Didenda Rp 1 Juta: aturan ini terdapat dalam pasal nomor 432.
7. Alat Kontrasepsi: pasal ini tertuang dalam nomor 414.

8. Korupsi: bagi pelaku korupsi hanya dipidana selama 2 tahun. Hukuman ini lebih ringan dibandingkan dalam KUHP yang lama, yakni hukuman paling sedikit enam tahun penjara.

9. Penistaan Agama: dalam pasal RUU KUHP 313 tentang penodaan agama seseorang akan dipidana selama 5 tahun lamanya.

10. Santet: hal ini tertuang dalam RUU KUHP 252.

11. Pencabulan Sesama Jenis: terdapat pada pasal 421.
Ini lah yang menyebabkan mahasiswa bergerak untuk turun kejalan dengan tuntutan yang jelas.

Dari pasal-pasal diatas sudah menunjukkan bahwa pasal tersebut tidak logis. Seharusnya, pasal-pasal tersebut dihapuskan karena tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Untuk itu diharapkan kepada pemerintah agar cepat menanggapi tentang penolakkan RUU KPK dan RUU KUHP.
Salam perjuangan, salam kedamaian, hidup mahasiswa!!! (Bud)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Slottica 39 Dlaczego Warto

Content Gatunki Automatów Internetowego Bezpłatne Spiny W Jaki Sposób Mogę Zalogować Się Na Stronie Internetowej ...