By. Dewi Nurwati (Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Fisip Umrah)
Tanjungpinang (NetKepri) – 15 (Lima Belas) maret diperingati sebagai Hari Hak Konsumen Sedunia (HHKS) yang dirayakan oleh 130 negara dan indonesia menjadi salah satu negara yang ikut memperingatinya.
Peringatan HHKS sendiri berawal dari Pidato Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, didepan kongres pada 15 maret 1962. Dalam pidatonya Kennedy menyampaikan, “Konsumen adalah kelompok ekonomi terbesar, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan ekonomi publik dan swasta, namun mereka (Konsumen) adalah satu – satunya kelompok penting yang pandangannya sering tidak didengar”.
Beranjak dari hal tersebut, hari hak konsumen sedunia ini harus menjadi momentum untuk faham dan mengetahui apa saja yang menjadi hak konsumen dan kenapa hak tersebut belum didapatkan, sehingga hubungan 2 (Dua) arah ini dapat terwujud dengan baik.
Berbagai persoalan yang hadir pada beberapa waktu lalu, seperti konflik horizontal antara sopir konvensional dengan sopir berbasis aplikasi online. Lalu isu beredarnya permen mengandung narkoba yang banyak beredar dan menjadi konsumsi anak disekolah.
Dan akhirnya konsumen menjadi salah satu pihak yang dirugikan dalam konflik tersebut.
Beberapa masalah yang disampaikan diatas membuat kita semua prihatin, karena pada dasarnya konsumen adalah pengguna semua bentuk barang dan jasa yang ditawarkan keranah publik.
Semestinya, pelayanan berkualitas dan optimal terhadap publik menjadi sebuah keniscayaan, namun hal itu dapat dilakukan jika Pemerintah (Regulator) dan Pelaku Usaha (Produsen) dapat membangun komitmen dalam menjaga dan menjamin hak – hak dasar konsumen.
Regulasi hak – hak konsumen telah diatur dalam UU no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU tersebut mengatur hak konsumen yang paling utama, yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa.
Selanjutnya, konsumen juga berhak menerima informasi yang benar, jelas dan jujur atas kondisi barang atau jasa yang ditawarkan, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya serta hak mendapatkan perlindungan hukum (Advokasi) dan juga pengaturan terhadap upaya penyelesaian sengketa antara konsumen, produsen serta pemerintah secara patut.
Saat negara menerapkan konsep Welfare State, negara menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakatnya.
Selain pelaku usaha, juga dibutuhkan peran aktif pemerintah secara tegas dituangkan dalam aturan dan tentu saja berikut dengan implementasi aturan tersebut, guna menjamin hak – hak konsumen baik dalam fase produksi, penawaran juga transaksi, mengingat konsumen kerap berada pada posisi lebih lemah yang mengakibatkan tidak seimbang.
Jika para stakeholder baik pribadi (Privat) dan kelompok (Masyarakat) dapat bersinergi, niscaya kedudukan konsumen akan dikembalikan pada posisinya semula, setiap persoalan dapat diselesaikan secara jelas, sesuai ketentuan yang berlaku. (Red).