Jakarta (NetKepri) – Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah warga negara Indonesia yang mencatatkan dirinya sebagai penghayat kepercayaan sebanyak 138.791 orang per 30 Juni 2017. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
“Selama ini penghayat kepercayaan itu ada yang menuliskan Buddha, Kristen dan Islam dalam data kependudukannya,” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh seperti diberitakan Antara di Bandung kemarin.
Jumlah penganut penghayat kepercayaan ini diperkirakan sekitar 3,14 persen dari data penduduk yang mencatatkan diri sebagai penganut enam agama resmi di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Menurut Zudan, pihaknya bakal menyebarkan formulir untuk diisi para penghayat kepercayaan tersebut.
“Kalau mereka melakukan pendaftaran, maka pasti datanya akan berbeda dari yang sekarang. Pendaftaran ini baru bisa kita lakukan setelah mereka mengisi formulir baru, nanti baru kita bisa mengetahui (mereka) dimasukkan dalam sistem penghayat apa,” ujarnya.
Zudan mengatakan, penghayat kepercayaan yang terdaftar di pemerintah saat ini sifatnya dinamis, sehingga pihaknya mempertimbangkan untuk tidak menuliskan nama organisasi tersebut dalam data kependudukan.
Menurut Zudan, dengan kedinamisan organisasi penghayat kepercayaan tersebut, nantinya akan berdampak pada kerumitan masyarakat dalam mengurus pergantian data kependudukan. Dia mencontohkan, apabila nanti ada organisasi penghayat kepercayaan dibubarkan, maka penghayatnya harus mengganti dan memperbarui datanya di kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan kartu keluarga (KK).
“Ketika nanti dimasukkan nama organisasi (penghayat kepercayaan), ternyata implikasinya banyak. Bisa saja organisasi tersebut bubar, berganti nama, non-aktif atau dibubarkan. Kejaksaan di salah satu kabupaten di Jawa Barat pernah membubarkan organisasi,” kata dia
Kolom agama ditulis Penghayat Kepercayaan
Saat ini, lanjut Zudan, pihaknya tengah mematangkan format penulisan kolom agama dalam e-KTP dan KK, usai MK mengabulkan gugatan Pasal 61 ayat (1) dan (2) UU 23/2006 juncto Pasal 64 ayat (1) dan (5) UU 24/2013 Tentang Administrasi Kependudukan.
Kemendagri masih terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama guna memperoleh rumusan format pencantuman agama dan kepercayaan dalam data kependudukan.
Bagi warga negara Indonesia penganut satu dari enam agama yang diakui pemerintah, maka format kolom agama dalam e-KTP dan KK akan ditulis nama agama tersebut. Sementara itu, bagi warga yang ingin mencantumkan diri sebagai penganut kepercayaan di luar enam agama resmi tersebut, maka dalam data kependudukannya akan ditulis “penghayat kepercayaan”.
Menurut Zudan, Kemendagri mempertimbangkan untuk tak menuliskan nama organisasi penghayat kepercayaan tersebut salah satunya berdasarkan amar putusan MK yang berpandangan bahwa penganut agama dan penghayat kepercayaan memiliki kedudukan sama sebagai warga negara Indonesia.
“Jadi, MK menyarankan untuk menulis saja ‘kepercayaan’ atau ‘penghayat kepercayaan’. Ketika saya tanyakan ke Ketua MK, apakah boleh saya tuliskan jenis penghayatnya, MK mengatakan boleh sepanjang tidak ada masalah dan kesulitan teknis di kemudian hari, sepanjang tidak ada keributan dan pertengkaran antarkelompok karena organisasinya banyak sekali,” kata Zudan. (Admin)
Sumber : https://www.cnnindonesia.com