Pemulihan Daya Beli Jadi ‘PR’ Utama Pemerintah

Pertumbuhan konsumsi pada kuartal ketiga ini hanya sebesar 4,93 persen atau melemah dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 5,01 persen. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari).

Jakarta (NetKepri) – Target pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,2 persen terasa berat setelah realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga ini hanya mencapai 5,06 persen. Sumbangsih konsumsi rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan rumah terbesar yang harus dibenahi pemerintah agar pertumbuhan ekonomi di akhir tahun bisa mendekati target.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan konsumsi pada kuartal ketiga ini hanya sebesar 4,93 persen atau melemah dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 5,01 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kontribusi sektor ini pun melorot terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 55,88 persen ke 55,68 persen.

Melihat data-data itu, sambung dia, sudah saatnya pemerintah membuka mata bahwa pelemahan daya beli memang terjadi. Sehingga, kebijakan pemerintah yang perlu ditempuh di sisa dua bulan terakhir ini harus mampu mengakomodasi daya beli, khususnya masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah.

“Untuk selamatkan daya beli, pemerintah harus segera dorong penyaluran bantuan sosial, baik Program Keluarga Harapan (PKH) maupun beras untuk rakyat sejahtera (rastra). Kemudian, realisasi belanja pemerintah khususnya belanja barang dan modal juga dipercepat,” imbuh Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/10).

Langkah ini sangat dibutuhkan karena capaian belanja pemerintah juga terbilang belum memuaskan. Adapun, hingga kuartal ketiga, realisasi belanja negara baru mencapai Rp481,34 triliun atawa 22,56 persen dari pagu APBNP 2017, yakni Rp2.133,3 triliun.

Makanya, intervensi pemerintah untuk membantu daya beli sangat dinanti. Di samping, pemerintah juga seharusnya membuat kebijakan pajak yang tidak agresif mendekati akhir tahun.

“Artinya, kalau mau konsumsi rumah tangganya naik, maka iklim perpajakan harus dibuat kondusif,” jelasnya.

Meski ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan, ia mengaku pesimis pertumbuhan ekonomi bisa tembus 5,2 persen. Sebab, di antara seluruh komponen pembentuk PDB, Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) ialah satu-satunya variabel yang masih memberikan harapan. Apalagi, pertumbuhannya di kuartal ketiga bisa mencapai 7,11 persen.

“Harapannya, investasi langsung masih bisa bertahan tumbuh 7 persen hingga akhir tahun. Tapi, melihat kondisi yang ada, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di angka 5,05 persen. Dengan sisa dua bulan, (untuk mencapai target) agak sulit,” paparnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga mengaku pesimis bahwa pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun nanti bisa mencapai target. Sebab, pertumbuhan ekonomi di semester I sebesar 5,01 persen sudah menunjukkan sinyal ketidakmampuan dalam mencapai target.

Meski demikian, pemerintah masih bisa memperbaiki keadaan. Salah satunya dengan meningkatkan kepercayaan diri konsumen dalam membelanjakan uangnya. Sebab menurutnya, kondisi politik belakangan ini membuat masyarakat ragu untuk belanja, sehingga tak heran banyak uang masyarakat yang menumpuk di perbankan.

“Jadi, seharusnya, tidak confidence (percaya diri) ini harusnya tidak boleh kelamaan. Indonesia sudah berkali-kali melewati masalah politik dan sebagainya, dan ini aman-aman saja. Jadi, ini yang harus segera ditepis oleh pemrintah karena mereka (kelas menengah) masih punya uang,” terang Hariyadi.

Tak hanya itu, ia juga menyebut, pemerintah juga perlu meninjau kembali pernyataan mengenai daya beli yang tidak melemah. Sebab, data BPS menunjukkan pertumbuhan konsumsi dan kontribusinya ke PDB terus menurun. Ia berharap, pemerintah bisa introspeksi dan mencari akar permasalahan daya beli ini.

“Kalau (konsumsi rumah tangga) sampai turun, berarti kan ada masalah di daya beli. Apalagi, konsumsi menyumbang 50 persen dari pertumbuhan dan itu cukup signifkan. Tapi, jangan sampai hal ini dibuat resah terus, yang penting persepsi konsumen harus positif terus,” pungkasnya.

Sekadar informasi, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen ini lebih baik dibandingkan kinerja kuartal III 2015 dan 2016 yang tercatat 4,77 persen dan 5,01 persen.
Meski demikian, capaian ini hanya membuat pertumbuhan ekonomi secara tahun kalender (year-to-date) sebesar 5,03 persen atau masih jauh dari target 5,2 persen. (Admin)

Sumber : https://www.cnnindonesia.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*