Pekanbaru (NetKepri) – Proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jalan Ahmad Yani, Kota Pekanbaru, Riau, yang di dalamnya terdapat Tugu Antikorupsi menyeret 18 tersangka korupsi dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan swasta. Salah satunya mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya yang saat ini menjabat staf ahli Gubernur Riau, Dwi Agus Sumarno.
Menurut Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, Sugeng Riyanta, nama tersebut diduga mengetahui adanya kongkalikong dari proses tender di Unit Layanan Pengadaan (ULP) hingga pengerjaan proyek dengan nama RTH Tunjuk Ajar Integritas itu.
“Ditetapkan pula sebagai tersangka, pengguna anggaran inisial DAS. Diduga ada peran kepentingan dalam proyek ini,” kata Sugeng di kantornya, Rabu siang, 8 November 2017.
Sugeng menjelaskan, penyeldikan proyek ini dimulai sejak Februari 2017. Selanjutnya pada April lalu, penyidik mengeluarkan surat perintah penyidikan hingga November ini, sudah ada 52 saksi diperiksa.
Selain itu, ada pula tujuh ahli yang dimintai pendapatnya. Mulai dari ahli pidana di Medan, Sumatera Utara, guru besar di Universitas Riau, ahli elektrikal dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta sudah empat kali melakukan gelar perkara.
“Perkara ini tergolong sulit, tapi akhirnya ditemukan peran masing-masing tersangka yang terstruktur dan sistematis. Ada pengaturan pemenang proyek dan kongkalikong di lapangan karena tidak dikerjakan pemenangnya,” terang Sugeng.
Berdasarkan perhitungan penyidik, pembangunan RTH serta Tugu Antikorupsi yang diresmikan oleh Ketua KPK Agus Raharjo pada 12 Desember 2016, merugikan negara Rp 1,2 miliar dari total anggaran Rp 8 miliar.
Untuk memastikan jumlah kerugian yang nantinya dibawa ke pengadilan, Kejati Riau sudah berkoordinasi dengan BPKP. Lembaga itu setelah gelar perkara dengan penyidik akhirnya setuju mengaudit penghitungan kerugian negara.
Selain Dwi Agus Sumarno, Kejati juga menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran inisial HR dan Pejabat Pembuat Komitmen inisial Ze sebagai tersangka. Kemudian ditetapkan pula tersangka dari ULP karena proyek ini sudah terindikasi korupsi sejak pengajuan dan lelang.
“Dari Pokja ULP ada lima, yaitu IS sebagai ketua pengadaan, sekretaris inisial DSR, kemudian tiga anggota, yaitu RM, DI, dan H,” sebut Sugeng.
Selanjutnya, ada tiga orang dari konsultan pengawas ditetapkan sebagai tersangka, yaitu RZ pemilik perusahaan, kemudian RM selaku peminjam bendera perusahaan dari RZ, dan AA selaku pengawas di lapangan.
Selain itu, status tersangka juga disandang pemenang proyek, yaitu Direktur PT Riau Bumi Lestari inisial K dan perempuan inisial ZJ yang mengerjakan proyek di lapangan setelah mendapat restu dari K. Terakhir, Kejati menetapkan lima orang dari tim penilai hasil pekerjaan.
“Ketua penilai inisial A, IR dan S, sebagai sekretaris dan R serta ET ditetapkan sebagai tersangka. Jadi dari 18 tersangka ini, berkasnya ada yang digabung, sehingga menjadi 14 berkas,” Sugeng menerangkan. (Admin)
Sumber : http://regional.liputan6.com