Salah Satu Tokoh Agama Dan Mahasiswa Tanjungpinang Menolak Terkait Penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017

Gambar Ilustrasi

Tanjungpinang (NetKepri) – Terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Salah satu Tokoh Agama dan seorang Mahasiswa menolak.

Indra Irawan (Ketua Forum Mubaligh) Tanjungpinang mengatakan, penerbitan PERPU No 2 Tahun 2017 dinilai tidak lazim dalam sebuah Negara demokrasi.

“Banyak warga masyarakat dan bahkan Pimpinan Ormas Islam yang gembira dengan terbitnya Perpu No 2 Tahun 2017. Mereka mengira Perpu ini adalah Perpu tentang Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia, Padahal Perpu No. 2 Tahun 2017 ini adalah Perpu tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang isinya norma atau aturan tentang berbagai hal tentang organisasi kemasyarakatan, Perpu tersebut berlaku umum terhadap Ormas maupun juga di Negara,” ucapnya

Perpu No. 2 Tahun 2017 ini memberikan peluang seluas-luasnya kepada Pemerintah, khususnya Mendagri dan Menkumham untuk menilai apakah suatu Ormas itu antara lain “menganut”, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila” sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (4) huruf c Perpu ini.

“Terhadap Ormas yang melanggar pasal di atas dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Jadi bisa dikenakan salah satu atau kedua-duanya. Sanksi administratif bagi Ormas berbadan hukum yang terdaftar di Kemenhumkam sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Perpu ini adalah “pencabutan status badan hukum” oleh Menkumham. Pencabutan status badan hukum tersebut, menurut Pasal 80A Perpu ini sekaligus disertai dengan pernyataan pembubaran ormas tersebut,” sebutnya.

Pendapat berbeda dari Rindi Afriadi mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Tanjungpinang mengatakan, PERPU No 2 Tahun 2017 seharusnya tidak perlu terbit untuk mebubarkan suatu ormas.

“Karena pemerintah bisa mengunakan Undang Undang No 17 tahun 2013 tentang Ormas, sebab di dalamnya juga terdapat pasal-pasal yang mengatur terkait masalah pelarangan dan mekanisme pembubaran Organisasi,” ujarnya

Ditanyakan setuju atau tidak terhadap Perppu tersebut, Rindi menolak perppu ini dianggap Perppu ini tekesan refresif dan menunjukan kediktatoran Pemerintah, begitu banyak nya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 yang di hapus kan mengakibatkan hilangnya sinergi Pemerintah terkait pembinaan organisasi masyarakat yang di nilai menyimpang atau berlawanan dengan nilai-nilai pancasila dan NKRI.

“Seharus nya pemerintah mampu membina Ormas yang di lihat bertentagan dengan Pancasila. Selanjutnya perppu ini juga menghapus UU No 13 tahun 2013 tentang tahap atau mekanisme pembubaran Ormas yang menyimpang sehingga Pemerintah bisa sewenang-wenang mencabut izin Ormas, serta membubarkannya,” ucapnya menolak.

Bahkan katanya (Rindi -red), ini akan mengakibatkan Ormas yang kiritis kedepan akan mudah untuk di berantas Pemerintah melalui Perppu. Perppu ini sangat menampakkan kediktatoran rezim saat ini, dan menghilangkan semangat demokarasi Pernah.

“Seperti elergi reformasi dengan melupakan cita-cita reformasi, selanjut nya jika Pemerintah dengan Perppu ini menjadi sewenang-wenang. Seluruh masyarkat harus menuntut kebebasan bersarikat yang diatur dalam UUD 1945,” jelasnya. (Lam)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*